KEBUDAYAAN
INDONESIA
BANGKA
BELITUNG
Tugas
Individu
Mata
Kuliah : Ilmu Sosial Dasar
Disusun oleh
Nama : SAMSUL RIZAL
NPM :
16115355
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Makalah ini membahas
tentang sebuah kebudayaan dalam Negara Republik indonesia.dimana pada bahasan
kali ini kita akan membahan tentang kebudayaan Provinsi KepulauanBangka
Belitung. yang merupakan kebudayaan yang sangat melekat Melayunya.
disinimembahas tentang kegiatan sosial budayanya masyarakat Bangka Belitung,
seni budaya, adatistiadat, dan SDM. selanjutnya lebih lengkapnya mari kita
langsung ke pokok bahasannya
B.
TUJUAN
MAKALAH
· Untuk
Mengetahui kebudayaan Bangka belitung
· Untuk
mengetahui kegiatan apa saya yang menjadi kebudayaan masyarakat Bangka Belitung
· Untuk
mengetahui tradisi Bangka belitung
C.
RUMUSAN
MASALAH
· Apa saja yang menjadi kebudayaan Bangka belitung?
· Apa saja yang menjadi kegiatan masyarakat
Bangka belitung?
· Apa saja yang menjadi tradisi Bangka belitung
A.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
KEBUDAYAAN
pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
B.
SEMBOYAN MASYARAKAT BANGKA BELITUNG
Kata sepintu sedulang adalah semboyan dan motto
masyarakat Bangka yang bermakna adanya persatuan dan kesatuan serta gotong
royong. Ritual ini adalah satu kegiatan penduduk pulau Bangka pada waktu pesta
kampung membawa dulang berisi makanan untuk dimakan tamu tausiapa saja di balai
adat.Dari ritual ini, tercermin betapa masyarakat Bangka menjujung tinggi
rasa persatuan dankesatuan serta gotong royong, bukan hanya dilaksanakan
penduduk setempat melainkan jugadengan para pendatang.Jiwa gotong royong
masyarakat Bangka cukup tinggi. Warga masyarakat akan mengulurkantangannya
membantu jika ada anggota warganya memerlukanya. Semua ini berjalan
dengandilandasi jiwa Sepintu Sedulang. Jiwa ini dapat disaksikan, misalnya pada
saat panen lada, acara-acara adat, peringatan hari-hari besar keagamaan,
perkawianan dan kematian. Acara ini lebih dikenal dengan sebutan “Nganggung”, yaitu kegiatan setiap rumah
mengantarkan makanan dengan menggunakan dulang,
yakni baki bulat besar.
C.
BUDAYA BANGKA BELITUNG
Banyak
hal yang menarik untuk di ketahui tentang kebudayaan yang anda di Bangka
Belitung. Banyak even budaya Bangka Belitung yang bisa menarik kunjungan
wisatawan asing atau lokal. Dan even budaya yang terdapat di propinsi ini
menjadi kekayaan seni dan budaya masyarakat Bangka Belitung. Budaya yang sudah
menjadi bagian dari adat masyarakat Bangka Blitung diantaranya adalah Perang
Ketupat, Buang Jong, Mandi Belimau, Ruwah, Kongian, Imlek, Sembahyang Rebut,
Sembahyang Kubur, Kawin Masal, Nganggung.
D.
PAKAIAN
ADAT PENGANTIN WANITA DAN PRIA
Pakaian Adat
Pengantin Perempuan terdiri dari baju kurung dengan bahan beludru merah yangdilengkapi
dengan teretai atau penutup dada serta menggunakan kain Cual yaitu kain tenun
asliBangka yang berasal dari Mentok. Selain itu para Pengantin Perempuan juga
menggunakanHiasan Kepala dan dilengkapi dengan asesoris-asesoris. Pakaian
Pengantin Pria ini berwarna merah dan biasanya dari bahan beludru dengan
hiasanManik-Manik dan sama seperti Pengantin Perempuan dilengkapi dengan hiasan
Ronce Melatiuntuk
keindahan dan keharuman alami (bukan keharusan)
Rumah panggung,
rumah limas dan rumah rakit merupakan rumah tradisional Bangka Belitung. Hampir
sama dengan propinsi lain yang ada di Pulau Sumatera model arsitektur rumah
adat Bangka Belitung berciri arsitektur Melayu.
Terdapat tiga
macam ciri arsitektur rumah adat yaitu arsitektur Melayu awal, Melayu Bubung
Panjang dan Melayu Bubung Limas. Arsitektur rumah Melayu Awal berujud rumah
panggung kayu dimana hampir semua bahan material yang di pakai untuk rumah ini
berupa kayu, bambu, rotan, akar pohon, daun-daun atau alang-alang yang banyak
tumbuh dan sangat mudah diperoleh di sekitar pemukiman.
Arsitektur rumah
Melayu Awal ini biasanya beratap tinggi dan sebagian atapnya miring. Saat
pembangunan rumah yang berkaitan dengan tiang, masyarakat Kepulauan Bangka
Belitung mengenal falsafah 9 tiang, dimana bangunan rumah yang didirikan
memiliki 9 buah tiang. Tiang utama tempatnya di tengah dan didirikan pertama
kali. Kemuduan atap rumah ditutup dengan daun rumbia. Sementara bagian
dindingnya biasanya dibuat dari bahan pelepah/kulit kayu atau menggunakan buluh
(bambu).
Bangka Belitung
memiliki alat musik khas dan juga tarian tradisional yang menjadi kekayaan seni
dan kebudayaan propinsi Bangka Belitung di antaranya adalah
Dambus, Suling, Gendang Melayu, Tari Tanggai, Tari Zapin, Tari Campak, Rebana, Rudat, Tari Bahtera Bertiang Tujuh, Sekapur Sirih
Dambus, Suling, Gendang Melayu, Tari Tanggai, Tari Zapin, Tari Campak, Rebana, Rudat, Tari Bahtera Bertiang Tujuh, Sekapur Sirih
BAB III
1. Maras Taun
Maras taun berasal
dari kata maras yang berarti meniris (membersikan duri halus) sedangkan taun
berasal dari kata tahun. Maras tahun diadakan setiap setahun sekali oleh
masyarakat Belitung didesa dan kecamatan sebagai wujud rasa syukur setelah
melewati musim panen padi. Maras taun merupakan pertanggung jawaban dukun
kampung kepada masyarakat. Ritual utama maras taun adalah: doa awal, tepong taw
bwlitung dan doa penutup. Dalam perayaan ini kita bias menyaksikan kesenian
tradisonal khas Belitung seperti tari sepen, nutok lesong panjang dan ngemping.
Maras taon adat
bari’e Urang Belitong dan sampai saat ini masih tetap dilakukan di pulau
Belitung namun banyak yang tidak mengetahui bagaimana asal maras tahun ini
terjadi di Pulau Belitung.Maras Taun atau disebut juga Maras Taon. Bermuasal
sejak kurun waktu yang tak diketahui pasti. Muncul dan berkembangnya prosesi
itu seiring dengan pola pikir masyarakat tradisional Belitong. Mulanya penduduk
atau masyarakat Belitong yang menempati bagian pesisir atau pedalaman daratan,
hidup berelompok menempati wilayah pemukiman yang disebut Kubok dan Parong.
Penghuni Kubok
merupakan komunitas kecil berasal dari sebuah keluarga yang kemudian berkembang
menjadi beberapa keluarga hingga membentuk perkampungan kecil yang disebut
Kubok dan Kubok ini dipimpin seorang yang dituakan disebut Kepala Kubok.
Penghuni Parong merupakan komunitas keluarga yang tidak berasal dari satu keluarga tapi dari beberapa keluarga dan jumlahnya lebih ramai hingga membentuk sebuah perkampungan.
Baik Parong atau pun Kubok dipimpin seorang ketua adat yang “dituakan” disebut kepala Parong atau kepala Kubok. “Dituakan” artinya memiliki kepiawaian, termasuk ilmu perdukunan, karenanya ketua kelompok itu juga otomatis merangkap menjadi dukun yang melindungi warganya.
Penghuni Parong merupakan komunitas keluarga yang tidak berasal dari satu keluarga tapi dari beberapa keluarga dan jumlahnya lebih ramai hingga membentuk sebuah perkampungan.
Baik Parong atau pun Kubok dipimpin seorang ketua adat yang “dituakan” disebut kepala Parong atau kepala Kubok. “Dituakan” artinya memiliki kepiawaian, termasuk ilmu perdukunan, karenanya ketua kelompok itu juga otomatis merangkap menjadi dukun yang melindungi warganya.
Kemudian Parong
atau Kubok beriring masa bertambah populasinya, ketika sudah menjadi sebuah
perkampungan maka dukun tersebut tetap menjadi dukun sekaligus merangkap kepala
kampungnya, kini dalam masyarakat Belitong dikenal adanya dukun kampong. Pola
ini terus mentradisi hingga zaman ini, bahwa di tiap kampung harus tetap
memiliki seorang dukun kampung disamping adanya lurah atau kepala desa sebagai
pimpinan politis adminisratifnya.
Pembukaan Kubok
atau Parong bermula dari membuka hutan guna untuk berladang padi tegalan;
sebagai sumber makanan utamanya penduduk Belitong. Sebagai rasa syukur atas
panen inilah kemudian diadakan perhelatan ritual Maras taun pada setiap
tahunnya. Dalam rasa syukur ini dimintakan pada yang Maha Kuasa untuk
keselamatan warga dan keberhasilan untuk panen di tahun mendatang. Rasa syukur
ini pada awalnya disebut Memaras atau berselamatan tahun yang kemudian disebut
saja dengan “Maras Taon atau Maras tahun.
2. Beripat Beregong
Beripat Beregong
Sejenis pemainan adu ketangkasan derngan mengunakan rotan sebagai alat pemukul.
Masing-masing pemain mengandalkan kemampuan menangkis dan memukul punggung
lawan. Yang menjadi pemenangnya ditentukan punggung yang paling sedikit akibat
sabetan rotan.
Permainnan ini
berakhir tanpa menimbulkan dendam diantara sesame pemain. Biasanya sebelum
permainan ini dimulai, setiap pemain harus mencari yang disebut nigal yaitu
lawin tanding.musik pengiringnya dimeriahkan buyi-bunyian yang terdiri dari
music pukul berupa kelinang (gemelan dan gong) serta serunai (alat music tiup)
music tersebut dimainkan diatas sebuah bangunan yang tingginya 5 – 6 meter yang
disebut balai peregongan.
Menurut cerita
yang berkembang secara turun temurun, asal mula beripat - beregong bermula dari
sebuah kelaka'--sebutan masyarakat Belitung untuk sebuah kampung kecil yang
jauh di tengah hutan dan umumnya terletak tak jauhdari ume (huma, dalam bahasa
Indonesia, red.) masyarakat. Keleka' tersebut dikenal dengan nama
Keleka'Gelanggang (sekarang Desa Mentigi
Setelah rotan diberi air jampi, semuanya bersiap-siap. Kedua pemain pun masuk ke gelanggang diiringi tempik sorak penonton. Semua pengigal yang ada di arena pun harus meninggalkan arena. Kedua orang ini saling berhadapan-hadapan, membuat gaya yang cukup menarik dalam memukul maupun menagkis. Padahal pertandingan sama sekali belum dimulai. Sekejap kemudian pertandingan pun siap dimulai. Kedua jago bersalaman lebih dulu, sambil mengucapkan kata: “Kite ne cuma main, ndak ade dendam udanya.” Dan, sang lawan pun akan menjawabnya dengan ucapan: “Silekan sidak ngempok dulu'”. Setelah itu pertandingan pun dimulai. Kedua jago saling serang, memukul dan menangkis. Suara besutan rotan pun seakan memecah kesunyian malam ditingkahi tempik sorak penonton yang mendukung jagonya masing-masing. Setelah pertandingan berjalan cukup lama, juru pisah turun ke gelanggang, menghentikan pertandingan. Kedua jago pun dibawa ke hadapan dukun. Karena, biasanya, para petarung ini adalah juara di keleka'-nya, jarang ada yang terluka parah.
Setelah rotan diberi air jampi, semuanya bersiap-siap. Kedua pemain pun masuk ke gelanggang diiringi tempik sorak penonton. Semua pengigal yang ada di arena pun harus meninggalkan arena. Kedua orang ini saling berhadapan-hadapan, membuat gaya yang cukup menarik dalam memukul maupun menagkis. Padahal pertandingan sama sekali belum dimulai. Sekejap kemudian pertandingan pun siap dimulai. Kedua jago bersalaman lebih dulu, sambil mengucapkan kata: “Kite ne cuma main, ndak ade dendam udanya.” Dan, sang lawan pun akan menjawabnya dengan ucapan: “Silekan sidak ngempok dulu'”. Setelah itu pertandingan pun dimulai. Kedua jago saling serang, memukul dan menangkis. Suara besutan rotan pun seakan memecah kesunyian malam ditingkahi tempik sorak penonton yang mendukung jagonya masing-masing. Setelah pertandingan berjalan cukup lama, juru pisah turun ke gelanggang, menghentikan pertandingan. Kedua jago pun dibawa ke hadapan dukun. Karena, biasanya, para petarung ini adalah juara di keleka'-nya, jarang ada yang terluka parah.
Beripat ini merupakan sejenis permainan
ketangkasan dengan menggunakan rotan sebagai alat pemukul. masing-masing pemain
mengandalkan keahlian menangkis dan memukul punggung lawan. Untuk menentukan
pemenangnya dilihat dari masing-masing punggung pemain yang luka paling sedikit
akibat sabetan rotan.
3. Upacara Adat Ritual Buang Jong
Buang Jong berasal
dari dua suku kata. Buang artinya membuang; dan Jong artinya adalah Jong
(sejenis perahu). Dengan kata lain Buang Jong berarti membuang atau melayarkan
perahu Jong ke laut, dalam ritual tradisi ini adalah miniatur perahu.
Buang Jong –
ritual tradisi melepas miniatur perahu yang disebut Jong dan Ancak yang terbuat
dari kerangka bambu yang dibentuk seperti rumah yang berisi berbagai macam
sesaji – merupakan budaya tradisional, turun-temurun dilakukan setiap tahun
oleh Suku Sawang di Belitung pada setiap dimulainya angin barat musim, biasanya
pada bulan Agustus atau November, di mana angin dan gelombang sangat besar. Di
Belitung, ini disebut Musim Barat. Melalui upacara ritual Buang Jong dengan
tujuan meminta perlindungan dan keselamatan, sehingga mereka akan terhindar
dari bencana saat mereka berlayar ke laut lepas untuk menangkap ikan sebagai
mata pencaharian mereka.
Prosesi ini akan
berlangsung 3 hari dan malam, sesuai dengan kondisi kebiasaan upacara yang
harus dipenuhi. Semua proses upacara dipimpin oleh seorang dukun atau pemimpin
adat masyarakat Suku Sawang. Tradisi Buang Jong sendiri berakhir dengan sebuah
miniatur kapal dilayarkan dengan berbagai macam sesaji ke laut.
Jong dan Ancak untuk mempromosikan tradisi
ini menjadi salah satu kegiatan pariwisata, saat ini, dapat disaksikan pada
setiap November, dengan nama Festival Buang Jong untuk di Kabupaten Belitung.
Sedangkan di Kabupaten Belitung Timur, Buang Jong sendiri sering dilakukan pada
bulan Februari di Pantai Mudong.
4.Nirok Nanggok
Merupakan acara
penangkapan ikan secara masal yang masih dilaksanakan oleh masyarakat desa
Belantu, Kemiri dibagian Selatan Pulau Belitung. Acara ini hanya diadakan pada
musim kemarau panjang antara bulanAgustus s/d September.
Pada musim kemarau banyak sungai-sungai
menjadi surut dan didalamnya
terdapat banyak ikan. Alat yang digunakan berupa "Tirok dan Tanggok". Tirok:semacam tongkat kayu yang dibagian pangkalnya dipasang mata tombak, Tanggok: semacam raga yang terbuat dari rotan yang dijalin. Acara ini termasuk sakral, karena itu dalam pelaksanaannya harus melalui tahap-tahap yang cukup panjang dan aturan-aturan tertentu yang tidak boleh dilanggar.
Semua prosesi acara ini dipimpin oleh seorang dukun air dan dihadiri oleh pemuka kampong dan seluruh penduduk setempat. Fungsi acara ini adalah
mengompakkan/menyatukan dan mempertebal kepatuhan penduduk akan adat yang mereka miliki. Disamping itu juga untuk mengatur penangkapan ikan di sungai-sungai yang telah ditentukan guna melestarikan ikan yang ada di sungai tersebut.
terdapat banyak ikan. Alat yang digunakan berupa "Tirok dan Tanggok". Tirok:semacam tongkat kayu yang dibagian pangkalnya dipasang mata tombak, Tanggok: semacam raga yang terbuat dari rotan yang dijalin. Acara ini termasuk sakral, karena itu dalam pelaksanaannya harus melalui tahap-tahap yang cukup panjang dan aturan-aturan tertentu yang tidak boleh dilanggar.
Semua prosesi acara ini dipimpin oleh seorang dukun air dan dihadiri oleh pemuka kampong dan seluruh penduduk setempat. Fungsi acara ini adalah
mengompakkan/menyatukan dan mempertebal kepatuhan penduduk akan adat yang mereka miliki. Disamping itu juga untuk mengatur penangkapan ikan di sungai-sungai yang telah ditentukan guna melestarikan ikan yang ada di sungai tersebut.
Nirok Nanggaok
adalah budaya orang Belitung di daerah pedesaan yang dilaksanakan pada musim
kemarau panjang , pada saat sungai- sungai dan rawa menjadi kering . Nirok
Nanggok adalah kegiatan mencari ikan dengan menggunakan Tirok ( sejenis tombak
bermata besi runcing) dan Tanggok ( sejenis jala kecil dengan gagang dari
kayu). Kegiatan ini biasanya dilakukan beramai - ramai oleh satu kampung
dipimpin oleh seorang dukun kampong yang memimpin jalannya acara.
“Nirok Nanggok is
a traditional culture of Belitung people especially in the rural district. This
ceremony held in dry season when rivers and swamps dried . Nirok Nanggok is a
festifal tocatch fish in dried rivers and swamps using Tirok ( a sharp thin
harpoon ) and Tanggok ( fish catcher tool ). Nirok Nanggok held by all people
in a village and ruled by a dukun kampong.”
“Dua tradisi musim kering, mentandik dan nirok nanggok digemari masyarakat Belitong” kata Sjahchroelsiman, Ketua Lembaga Adat Belitung kepada Wakil Bupati Belitung, Sahani Saleh.
“Dua tradisi musim kering, mentandik dan nirok nanggok digemari masyarakat Belitong” kata Sjahchroelsiman, Ketua Lembaga Adat Belitung kepada Wakil Bupati Belitung, Sahani Saleh.
Mandi besimbor meruupakan puncak acara
dari seluruh rangkaian perkawinan adat belitung, yaitu kedua mempelai akan
dimandikan dengan air kembang oelh kedua keluarga yang akan diikuti oleh para
tamu undangan dengan saling bersiraman air dan kemudian dilanjutkan dengan
upacara injak telor serta berebut masuk kamar temanten.
Tari Campak
merupakan tarian dari daerah Bangka-Belitung yang menggambarkan keceriaan
bujang dan dayang di Kepulauan Bangka Belitung. Tarian ini biasanya dibawakan
setelah panen padi atau sepulang dari ume (kebun).
Tari ini digunakan juga sebagai hiburan
dalam berbagai kegiatan seperti penyambutan tamu atau pada pesta pernikahan di
Bangka Belitung. Tarian ini berkembang pada masa pendudukan bangsa Portugis di
Bangka Belitung. Hal ini bisa dilihat dari beberapa ragam pada tari Campak
antara lain akordion dan pakaian pada penari perempuan yang sangat kental
dengan gaya Eropa.
a. Campak Darat
Tari Campak Darat |
Tari campak merupakan tari khas dari
masyarakat pulau Belitung yang merupakan tari hiburan bagi semua lapisan
masyarakatnya. Tari ini dibawakan oleh dua atau empat orang penari wanita
diiringi oleh penari pria secara bergantian. Peria yang ingin turun menari
harus meberi imbalan berupa uang yang dicampakan disuatu tempat/kaleng yang
disediakan didepan penari wanita, dari sinilah lahir nama campak. Biasanya
dalam tarian ini diselingi dengan pantun berbalas diantara penari pria dan
wanita sehingga tarian ini akan sangat meriah dan ceria. Sebagai alat pengiring
tari campak berupa tawak-tawak, gendang dan biola.
b. Campak Laut
Tari Campak Laut |
Tari campak laut oleh masyarakat suku
sawang merupakan tarian suka cita yang biasanaya dilaksanakan dalam mengiringi
kegiatan upacara ritual muangjong pada setiap tahun. Tarian ini dilaksanakan
secara berpasang-pasangan baik tua maupun muda. Tari gembira ini diikuti dengan
nyanyian dan diiringi alat music seperti gong dan gendang. Biasanya dilakukan
hingga larut malam.
2. Tari Sepen (Seni Pencak)
Sepen termasuk
salah satu tarian tradisional masyarakat Belitung yang mengandung unsur-unsur
gerakan pencak silat. Sepen sudah menjadi tarian pergaulan, sering ditarikan
untuk menyambut tamu pemerintahan atau wisatawan yang datang ke Pulau Belitung.
Tarian ini bisa dilakukan berpasang-pasangan antara pria dan wanita. Penekanan
tarian ini pada kelincahan gerakan kaki dan tepuk tangan sipenari.
3. kesenian Lesung Panjang
Lesung
panjang adalah nama dari alat dan permainan itu sendiri. Biasanya dimainkan
pada saat musim panen padi tiba. Alat utamanya adalah sebuah lesung yang
terbuat dari kayu pilihan yang bersuara keras dan jernih. Panjang lesung
bervariasi antara 1 – 1,5 meter dengan dia meter 25 cm sampai 30 cm.
Alat
untuk memukul lesong dinamakan alu dengan panjang bervariasi dari 75 cm hingga
120 cm dengan dia meter hingga 6 cm lesong dibuat dengan bebagai model dan
ukuran sesuai dengan selera pemain.
4. Tari Tulak Balak
Tarian
tulak balak diangkat dari upacara yang sering dilakukan masyarakat untuk
menolak mara bahaya guna menjaga keselamatan kampung dari berbagai penyakit,
seperti penyakit sampar, penyakit menular dan menolak bencana alam serta
menghindari pertikaian antar warga.
Tarian ini dilakukan dari ujung ke ujung kampung, guna mengusir bencana alam dari kampung digunakan kesalan berupa irisan daun neruse, ati-ati, dan bunga rampai yang telah diberi mantera oleh dukun kampung.
Tarian ini dilakukan dari ujung ke ujung kampung, guna mengusir bencana alam dari kampung digunakan kesalan berupa irisan daun neruse, ati-ati, dan bunga rampai yang telah diberi mantera oleh dukun kampung.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengaruh globalisasi disatu sisi
ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia .
Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan
mulai pudar. Gencarnya serbuan teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang
diberlakukan di dalamnya, telah menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada
akhirnya menimbulkan nilai baru tentang kesatuan dunia.
Radhakrishnan
dalam bukunya Eastern Religion and Western Though (1924) menyatakan “untuk
pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah
menghentakkan kita, entah suka atau tidak, Timur dan Barat telah menyatu dan
tidak pernah lagi terpisah. Artinya adalah bahwa antara barat dan timur tidak
ada lagi perbedaan. Atau dengan kata lain kebudayaan kita dilebur dengan
kebudayaan asing.
Apabila timur dan barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita?
Ataukah kita larut dalam budaya bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai kita?
Apabila timur dan barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita?
Ataukah kita larut dalam budaya bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai kita?
Oleh karena itu perlu dipertahanan
aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Caranya adalah dengan
penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan pelestarian budaya bangsa.
Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan mahal.
Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan mahal.
Kesenian adalah kekayaan bangsa
Indonesia yang tidak ternilai harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa asing.
Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa,
hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan anak cucu
B.
SARAN
Dari
hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah
terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu :
·
Pemerintah
perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan
pergeseran budaya bangsa khususnya budaya Belitung.
pergeseran budaya bangsa khususnya budaya Belitung.
·
Masyarakat
perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing
khususnya dan budaya bangsa pada umumnya
khususnya dan budaya bangsa pada umumnya
·
Para
pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita,
hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya
hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya
·
Masyarakat
perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga
budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative.
budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative.
·
Masyarakat
harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga
pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang
merupakan jati diri bangsa kita.
pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang
merupakan jati diri bangsa kita.